Selasa, 28 Juni 2022

AKSI NYATA MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 Nama Program : "Teh Ta Jojaq" artinya "Mari Kita Bermain"

Jenis Kegiatan : Kegiatan Ko-Kurikuler (Classmeeting)

Pelaksanaan Kegiatan : Setelah kegiatan PAT (Penilaian Akhir Tahun) berakhir

Nama CGP : Ni Putu Sri Astitika, S.Pd

CGP Angkatan 4_SMAN 1 Tanjung_Lombok Utara

Nama Fasilitator : I Ketut Latri

Nama Pengajar Praktik : I Made Sadia, S.Pd


PERISTIWA ( FACT )

LATAR BELAKANG

Masa pandemi yang telah berlangsung kurang lebih selama 3 tahun ini, ternyata membawa dampak yang luar biasa bagi manusia. Hampir semua aktivitas kita dibatasi, baik itu dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Ruang gerak kita menjadi terbatas, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan belanja dari rumah. Situasi dan kondisi ini menyebabkan berkurangnya interaksi secara langsung antar manusia, seperti ada sekat yang memisahkan kita dengan saudara, teman, maupun tetangga. Setelah kini masa pandemi mulai berakhir, dimana aktivitas kita sudah mulai kembali seperti semula, sudah ada kelonggaran baik dalam berinteraksi dengan sesama ataupu dalam protokol kesehatan. Namun agaknya kita sudah terlanjur terbiasa dengan kebiasaan di masa pandemi, masih membatasi diri dan belum bisa berinteraksi dengan orang lain seperti sebelum pandemi. Hal ini pun juga terjadi pada murid di sekolah, sebagian besar dari mereka kurang memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain serta cenderung kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Melihat realita tersebut, sekolah merencanakan sebuah program yang berdampak pada murid dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan aset dan potensi yang bisa diberdayakan dan dimanfaatkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan ketrampilan berinteraksi dan berkomunikasi semua warga sekolah khususnya antar murid SMAN 1 Tanjung.    

ALASAN MELAKUKAN AKSI NYATA

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) menyebabkan ketrampilan murid dalam berinteraksi kurang, hal ini disebabkan kurangnya frekuensi pertemuan satu dengan yang lainnya secara langsung. Jangankan interaksi antar kelas dengan teman sekelas yang dulunya beda sesi pada saat PTM terbatas saja mereka kurang akrab. Selain itu, motivasi dan daya tahan banting murid dalam menghadapi masalah tergolong rendah. Murid cendrung mudah menyerah karena terbiasa dengan zona nyaman saat PJJ yang mana bisa belajar sambil rebahan. Kegiatan ekstrakurikuler juga tidak bisa berjalan secara maksimal sehingga murid tidak bisa menyalurkan hobi dan bakat mereka di sekolah. Sementara menurut filosofi KHD, pengajaran merupakan kecakapan hidup murid, sekolah memutuskan untuk melaksanakan sebuah program yang berdampak pada murid, sekolah memutuskan untuk melaksanakan sebuah program yang berdampak pada murid guna mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemilikan murid. Di dalam program ini, murid melalui OSIS memberikan suara berupa usulan jenis kegiatan Classmeeting, dan menentukan pilihan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, serta diberikan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan kegiatan Classmeeting (kepemilikan). Berdasarkan pemetaan 7 aset yang dimiliki sekolah yaitu manusia (murid/OSIS, guru, Kepala Sekolah, tenaga kependidikan), lapangan, halaman, waktu, dana BOS/BOP, dan kebijakan sekolah berupa optimalisasi waktu jeda semester genap tahun pelajaran 2021/2022 terbentuklah program “Teh Ta Jojaq” sebagai program ko-kurikuler yang diharapkan dapat menguatkan interaksi sosial antar murid secara positif, arif, dan bijaksana.

HASIL AKSI NYATA YANG DILAKUKAN

Program “Teh Ta Jojaq” merupakan program ko-kurikuler yang dibuat dengan harapan mampu memberikan dmpak pada murid yang pelaksanaannya dikoordinasi oleh OSIS di bawah kendali tim kesiswaan. Program ini dilaksanakan setelah kegiatan Penilaian Akhir Tahun (PAT) atau pada saat jeda semester genap tahun pelajaran 2021/2022 yaitu tanggal 9 Juni sampai dengan  15 Juni 2022. Program ini digagas oleh OSIS SMAN Negeri 1 Tanjung dengan tujuan untuk mengasah minat dan bakat murid sekaligus menguatkan interaksi sosial antar murid secara positif, arif, dan bijaksana. Selain itu, program ini diharapkan dapat menyegarkan dan merilekskan pikiran serta menjaga kestabilan emosional murid pasca kegiatan PAT, atau bisa dikatakan sebagai latihan mindfulness.

Jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam program “Teh Ta Jojaq” meliputi : voli, tarik tambang, dan terompah. Program ini telah berhasil diselenggarakan dengan sukses, lancar dan juga sangat meriah karena dukungan serta partisipasi dari semua warga sekolah. Hal ini terbukti dari antusiasme yang ditunjukkan oleh murid, guru, maupun tenaga kependidikan dalam mengikuti dan membersamai selama pelaksanaan program “Teh Ta Jojaq” berlangsung.

Jadwal Perlombaan :

Bola Voli 9-13 Juni 2022

Terompah 14 Juni 2022

Tarik Tambang 15 Juni 2022

Dokumentasi :


Pembina OSIS, Tim Kesiswaan berkoordinasi dengan Kepala Sekolah pada tanggal 6 Juni 2022


Pengurus OSIS sedang berdiskusi membahas kegiatan classmeeting pada tanggal 7 Juni 2022


Pelaksanaan lomba voli putra 9-13 Juni 2022


Pelaksanaan lomba voli putri 9-13 Juni 2022


Pelaksanaan lomba Terompah putri pada tanggal 14 Juni 2022

Pelaksanaan lomba tarik tambang putra pada tanggal 15 Juni 2022

Daftar Pemenang :

Juara Vollyball Putra:

- Juara 1 X MIPA

- Juara 2 BB

- Juara 3 XI IPS

Juara Vollyball Putri:

- Juara 1 XI IPS

- Juara 2 BB

- Juara 3 X MIPA

Juara Terompah:

- Juara 1 X IPS 4

- Juara 2 XI IPS 1

- Juara 3 XI MIPA 2

Juara tarik tambang:

- Juara 1 XI MIPA 1

- Juara 2 XI IPS 1

- Juara 3 X IPS 1

PERASAAN ( FEELINGS )

Perasaan saya saat menjalankan aksi nyata adalah saya merasa sangat senang dan ikut menikmati semua kegiatan program “Teh Ta Jojaq” ini, sanggat berbangga serta memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang terlibat dalam programm ini terutama semua murid atas partisipasinya dalam menyukseskan penyelenggaraan program “Teh Ta Jojaq” dibawah koordinasi OSIS dengan bimbingan tim kesiswaaan SMA Negeri 1 Tanjung. Melihat antusiasme dan kekompakan murid serta kolaborasi mereka dalam mengikuti setiap lomba baik volly, tarik tambang dan terompah membuat kita optimis bahwa program ini telah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mengasah bakat dan minat murid sekaligus menguatkan interaksi sosial antar murid secara positif, arif, dan bijaksana sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

PEMBELAJARAN ( FINDINGS )

Menyadari kebenaran filosofi KHD bahwa pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Melalui program “Teh Ta Jojaq” ini, sekolah berupaya untuk menumbuhkan kecakapan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti, lomba olahraga dan permainan yang diselenggarakan yaitu Voli, Tarik Tambang, dan  Terompah untuk mengasah bakat murid di bidang olahraga sekaligus menumbuhkan budaya hidup sehat pada murid.

Pembelajaran dari aksi nyata ini bahwa, untuk mencapai tujuan pendidikan maupun visi misi sekolah dalam mewujudkan merdeka belajar dalam rangka mencetak murid yang berprestasi dan berkarakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila dapat dilakukan dengan mengelola program yang berdampak pada murid. Program yang berdampak pada murid dirancang dengan mempertimbangkan aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid serta berdasarkan pemetaan aset yang dimiliki sekolah, selanjutnya diwujudkan dalam sebuah program yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuruler.

PENERAPAN KE DEPAN ( FUTURE )

Program “Teh Ta Jojaq” telah dilaksanakan dengan sukses berkat kolaborasi antar warga sekolah. Program tersebut berhasil mencapai tujuan yaitu untuk mengasah bakat dan minat murid sekaligus menguatkan interaksi sosial antar murid secara positif, arif, dan bijaksana. Program ini juga ternyata bisa menjadi latihan mindfulness bagi murid-murid selepas pelaksanaan kegiatan PAT. Namun, beberapa hal yang harus diperhatikan untuk program selanjutnya adalah komitmen murid pasca pelaksanaan kegiatan untuk tetap disiplin dalam menjaga kebersihan dan kerapian kelas masing-masing. Kedepannya, berusaha untuk merancang lebih banyak program yang berdampak pada murid dengan mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid melalui kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan aset yang dimiliki sekolah.

Salam dan Bahagia

Senin, 23 Mei 2022

Tugas 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi - Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Sumber daya di sekolah merupakan sebuah ekosistem, karena didalamnya terdapat interaksi antara faktor biotik (murid, guru, tendik, kepala sekolah, pengawas sekolah, orang tua, dan masyarakat sekitar) dan abiotik (sarana, prasarana dan keuangan), seorang pemimpin pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumberdaya dapat diawali dari lingkaran terkecil di dalam sekolah, yakni di dalam lingkungan kelas, di luar kelas/dilingkungan sekolah,  menuju lingkaran yang lebih luas yakni masyarakat sekitar sekolah.

Dalam implementasi pengelolaan sumber daya di sekolah sangat disarankan menggunakan pendekatan berbasis aset (Asset Based Thinking) dan tidak disarankan menggunakan pendekatan berbasis kekurangan (Deficit Based Thinking).  Pendekatan berbasis aset (Asset Based Thinking) adalah pendekatan yang menekankan pada kekuatan berfikir positif untuk mengoptimalkan potensi yang ada, sedangkan pendekatan berbasis kekurangan adalah pendekatan yang berpusat pada kekurangan, apa yang mengganggu, dan apa yang tidak bekerja.

Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud dengan “Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya” adalah seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengenali, menggali, menganalisis, dan memetakan potensi sumber daya/ 7 aset utama (modal manusia, sosial, fisik, alam/ lingkungan, finansial, politik, agama dan budaya) daerah/ sekolahnya dengan pendekatan berbasis aset (Asset Based Thinking), selanjutnya memanfaatakan dan memberdayakan asset-aset tersebut seoptimal mungkin untuk mewujudkan perubahan dalam pembelajaran yang berpihak pada murid.

Pengelolaan sumber daya yang tepat akan memaksimalkan peran dan fungsi dari setiap sumber daya sehingga proses pembelajaran murid lebih bervariasi, berdiferensiasi, serta mampu mengorganisasikan kompetensi dan sumberdaya sehingga proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Pengelolaan sumber daya berbasis asset berfokus pada kekuatan atau potensi murid, sehingga respon murid lebih kreatif. Jika hal ini dilakukan secara berkelanjutan dan terukur tentu akan membawa perubahan dan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih bermakna. 

Koneksi antar materi modul 3.2 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya dengan modul-modul sebelumnya sangatlah terkait, dan keterkaitan itu terangkum dalam definisi pendidikan munurut KHD, “ Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat”. Kata-kata kunci dalam kalimat tersebut merupakan keterkaitan antara modul  3.2 dengan beberapa modul yang telah dipelajari sebelumnya. Secara rinci akan kami uraikan sebagai berikut:

Anak-anak (Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan KHD): Anak-anak/murid adalah aset yang kita optimalkan untuk didik sesuai kodrat alam dan  kodrat zamannya.

Manusia (Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak): Manusia adalah orang dewasa, dalam hal ini adalah guru yang menyadari segala peran dan nilai yang melekat dalam dirinya. Pemetaan aset guru berdasarkan pemahaman terhadap 5 peran (menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, mewujudkan kepemimpinan murid) dan 5 nilai (mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid), yang diyakini merupakan aset untuk menuntun tumbuh kembang anak-anak/ murid sesuai dengan potensi yang ada dalam diri mereka. 

Mencapai (Modul 1.3 Visi Guru Penggerak): Mencapai disini adalah menacapai cita-cita murid, guru, dan sekolah. Untuk mencapai cita-cita bersama harus ditentukan dulu tujuan yang jelas dan disepakati bersama. Setelah cita-cita bersama disepakati dalam sebuah visi sekolah maka langkah selanjutnya adalah menyusun langkah pencapaian visi dengan melakukan pendekatan inquiry apresiatif (IA) BAGJA dengan memperhatikan 7 aset utama yang ada dan berpedoman pada pendekatan berbasis aset.

Mereka (Modul 1.4 Budaya Positif): Mereka adalah murid-murid yang kita didik, dan merupakan asset utama disekolah. Dengan pemetaan berbasis asset akan fokus pada hal-hal positif yang ada dalam diri murid, yang pada akhirnya akan menumbuhkan budaya positif yang mendorong terbentuknya lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif.

Kodrat (Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi): Menyadari setiap anak dilahirkan dalam kodrat yang berbeda-beda, dan perbedaan itu sendiri adalah asset yang memperkaya keragaman, maka pembelajaran berdiferensiasi menjadi solusi terbaik untuk memfasilitasi dan menyatukan keragaman dalam bingkai merdeka belajar.

Keselamatan (2.2 Pembelajaran Sosial Emosional): Pembelajaran sosial emosional diperlukan agar semua warga sekolah memiliki kemampuan untuk berempati, memiliki kesadaran diri, dan pengelolaan diri yang baik. Dengan demikian upaya untuk mengantarkan murid, guru, dan semua warga sekolah mencapai keselamatan dan kebahagiaan (wellbeing) dapat tercapai.

Menuntun (2.3 Coaching): Praktek coaching dilakukan untuk menuntun kekuatan kodrat agar murid, guru, dan semua warga sekolah dapat meningkatkan potensinya. Dengan coaching mereka akan mampu menemukan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi, mereka juga akan dapat menentukan tujuan yang diharapkan.

Maksud Pendidikan (3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran): Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi pencapaian tujuan maksud pendidikan.  Sebab dalam perjalanannya akan berhadapan dengan situasi dilema etika maupun bujukan moral. Dengan pengetahuan pengambilan keputusan yang baik, maka seorang pemimpin pembelajaran akan mampu menyelesaikan masalah dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah-langkah pengambilan keputusan. Dengan demikian pemimpin dapat melakukan pemetaan aset dengan tepat dan dapat diberdayakan secara optimal.

Kekuatan (3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya): Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengelola 7 aset/ modal utama di daerah/ sekolahnya adalah sebuah kekuatan untuk pencapaian tujuan pendidikan yakni mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (wellbeing). 

Hubungan antara sebelum dan sesudah saya mengikuti pelatihan terkait modul 3.2 adalah adanya perubahan paradigma baru dalam berfikir dan menghadapi sesuatu hal.  Jika sebelumnya pola pikir saya fokus pada kekurangan atau masalah yang dihadapi, sekarang pola pikir saya berfokus pada kekuatan/ aset. Adapun pemikiran yang sudah berubah di diri saya setelah mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini yaitu mulai berfikir untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan, sebelumnya berjalan sendiri tanpa kolaborasi; mulai membuat program berdasarkan visi-misi dan kekuatan sekolah, sebelumnya membuat proyek/ program untuk memecahkan masalah; mulai berfokus pada aset untuk pengembangan sumberdaya, sebelumnya fokus pada meminta/ mencari bantuan orang lain; mulai membiasakan diri dengan pertanyaan yang memberdayakan seperti “apa yang sudah berhasil?”, “bagaimana strategi agar membuatnya lebih berhasil?”, “apa saja yang kita miliki?”.

Berikut saya lampirkan Prakarsa Perubahan yang saya rancang dalam tabel BAGJA seperti berikut ini :













Selasa, 19 April 2022

Tugas Modul 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

 Hai para pembaca bloger.... Bertemu lagi dengan saya Ni Putu Sri Astitika Calon Guru Penggerak Angkatan 4 dari SMA Negeri 1 Tanjung Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Terimakasih saya ucapkan kepada pembimbing saya yaitu Fasilitator saya Bapak I Ketut Latri dan Pendamping Praktik saya I Made Sadia. Dalam tulisan saya ini perkenankan saya membahas tentang koneksi antar materi modul 3.1.9 terkait dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam tugas ini terdapat 9 pertanyaan yang akan saya coba membahasnya dalam tulisan saya satu persatu.

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? Sebagaimana kita ketahui bersama Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara terdiri atas tiga semboyan yakni 



ING NGARSO SUNG TOLODO

ING MDAYO MANGUN KARSO

TUT WURI HANDAYANI

yang pertama ingarso Sung tulodo yang berarti bahwa di depan dapat memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya, rekan sejawat maupun anggota masyarakat. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus terlebih dahulu menganalisis dan mempertimbangkan matang-matang karena segala keputusan yang diambil akan menjadi contoh bagi murid – murid, rekan sejawat dan anggota masyarakat. 

Yang kedua ing Madyo Mangun Karso yang artinya ditengah dapat membangun karsa atau kemampuan atau semangat. Oleh karena itu guru harus mampu mengambil keputusan-keputusan yang berpihak kepada murid dan dapat membangkitkan Karsa semangat dan kemampuan murid-muridnya.

Yang terakhir  Tut Wuri Handayani yang berarti di belakang dapat memberikan dorongan kinerja pada murid agar dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya ini berarti bahwa guru harus mampu mengambil suatu keputusan terkait proses pembelajaran dan kegiatan sekolah yang dapat mendorong kinerja murid agar dapat berkembang sesuai dengan minat, profil dan kesiapan belajarnya 

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam suatu pengambilan keputusan? 

Menurut pendapat saya nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang guru sangatlah berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang diambilnya dalam suatu pengambilan keputusan. Ada tiga prinsip pengambilan keputusan yang pertama adalah Rule-based Thinking atau pemikiran berbasis peraturan yang kedua End-based Thingking atau pemikiran berbasis hasil akhir dan yang ketiga adalah Care-based Thingking atau pemikiran berbasis rasa Peduli. Rule-based Thinking biasanya diambil oleh orang-orang yang mengedepankan intuisi, kejujuran, aturan atau suatu prinsip yang mendalam. End-based Thingking biasanya diambil oleh orang-orang yang mengutamakan nilai-nilai agama, penghargaan akan kehidupan, masa depan dan kepentingan orang banyak. Sementara itu Care-based Thingking biasa diambil oleh orang-orang yang mengutamakan rasa kasih sayang, cinta, toleransi, kesetian dan  empati.

3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan “coaching” (bimbingan)  yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah diambil? 

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih evaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggungjawabkan.

4. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik? 

Menurut pendapat saya seorang pendidik yang telah memiliki nilai-nilai guru penggerak yakni mandiri, inovatif kolaboratif, reflektif dan berpihak kepada murid akan mampu mengambil suatu keputusan yang juga berpihak pada murid yang sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan. Akan tetapi jika seorang guru belum memiliki nilai-nilai seorang guru penggerak atau telah kehilangan idealismenya sebagai seorang guru maka keputusan yang diambil akan cenderung digunakan untuk mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan seringkali berorientasi pada materi dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.

5. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, yang tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman? 

Sebuah pengambilan keputusan yang baik dan tepat tentunya harus dilakukan secara bertahap dan menganalisis terlebih dahulu berbagai aspek yang pertama yang harus dipertimbangkan adalah empat paradigma Dilema etika. Kita harus melihat terlebih dahulu paradigma dilema etika apa yang sedang terjadi? Apakah paradigma Dilema etika individu melawan masyarakat, rasa keadilan melawan rasa kasihan, kebenaran melawan kesetiaan, atau jangka pendek melawan jangka Panjang. Kita juga harus melihat misi pengambilan keputusan yang paling tepat. Apakah Rule-based Thingking, Apakah End-based Thingking dan apakah Care-based Thingking. Selanjutnya keputusan tersebut haruslah diambil dengan menggunakan langkah-langkah pengambilan keputusan.

Ada 9 langkah-langkah yang dapat dilakukan :

Pertama adalah mengenali terlebih dahulu nilai-nilai yang saling bertentangan.

Kedua menentukan pihak-pihak yang terlibat 

Ketiga mengumpulkan fakta-fakta secara lengkap dan detail

Keempat melakukan pengujian benar atau salah 

Kelima melakukan pengujian benar melawan benar 

Keenam melakukan prinsip revolusi 

Ketujuh mencoba mencari atau menginvestigasi opsi trilemma 

Kedelapan membuat keputusan 

dan yang terakhir atau kesembilan yaitu melakukan refleksi dan mengambil pelajaran dari suatu keputusan yang telah diambil.

6. Apakah kesulitan-kesulitan dilingkungan anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma dilingkungan anda? 

Jawaban saya yaitu iya, kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah sistem yang kadang jika memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid. Yang kedua tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama. Yang ketiga keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan keputusan.

7. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid – murid kita? 

Menurut pendapat saya, semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak kepada murid, dalam hal metode, media, penilaian dan lain sebagainya maka kemerdekaan belajar murid hanya sebuah omong kosong belaka dan tentunya murid tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kondratnya.

8. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid – muridnya? Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan dating. Demikian sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

9. Apakah kesimpulan akhir yang dapat anda tarik dari pembelajaran modul ini dan keterkaitannya dengan modul - modul sebelumnya?

 Untuk menjawab pertanyaan ini saya ingin mengutip kata-kata dari ( Bob Talbert ) “mengajarkan anak menghitung itu baik namun mengajarkan mereka apa yang berharga atau utama adalah yang terbaik” Menurut pendapat saya ini berarti bahwa kewajiban seorang guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan semata yang terpenting adalah bagaimana membantu murid untuk menyadari mengapa suatu pengetahuan itu penting bagi mereka serta bagaimana mereka akan dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan bagi diri dan lingkungannya. Akhirnya peranan pengambilan keputusan oleh guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran sangatlah sentral keputusan yang selalu berpihak pada murid sejalan dengan nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan di dunia akhirat akan dapat melahirkan generasi emas Indonesia yang memiliki profil pelajar Pancasila. Demikian pemaparan saya kali ini semoga bermanfaat untuk kita semua. Kurang lebihnya mohon maaf saya sampaikan. Terima Kasih....

Senin, 04 April 2022

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

Pendidikan adalah sebuah tuntunan dalam hidup dan tumbuh kembang anak. Setiap anak memiliki  kekuatan dirinya sendiri, memiliki pengalaman dan kekayaan. Pendidikan haruslah membimbing dan menguatkan apa yang ada di dalam diri setiap anak agar dapat memperbaiki tingkah lakunya, cara hidupnya dan pertumbuhannya. Dalam proses menuntun, anak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai individu yang unik.

Guru sebagai pamong dapat memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Guru diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang dibutuhkan untuk membentuk karakter pelajar Pancasila dengan memberi contoh dan melakukan pembiasaan yang konsisten di sekolah. Pengembangan budaya positif dapat menumbuhkan motivasi instrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta berakhlak mulia.

Penerapan budaya positif di sekolah contohnya seperti wali kelas membangun silahturahmi dengan orang tua atau wali murid dengan membentuk grup WA untuk informasi mengenai kegiatan siswa-siswanya ataupun untuk mempermudah orang tua atau wali murid menginformasikan anaknya yang sedang sakit ataupun izin tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Selain itu, budaya positif yang dapat dilakukan di dalam kelas, misalnya membuat kesepakatan kelas dengan siswa, kemudian pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas, guru selalu mengingatkan siswanya tetang kesepakatan kelas yang dibuat sebelum memulai pembelajaran. 

Foto atau dokumentasi :


Gambar 1 menceritakan salah satu orang tua atau wali murid menginformasikan ke wali kelas di grup kelas parenting X MIPA 1 kalau anaknya sakit.



Gambar 2 dan gambar 3 menceritakan salah satu orang tua atau wali murid menyampaikan masalah yang dihadapi oleh anaknya saat anaknya di sekolah.


Gambar 4 menceritakan proses pembuatan kesepakatan kelas antara wali kelas dengan kelas X MIPA 1



Gambar 5 dan Gambar 6 menceritakan proses pemasangan kesepakatan kelas XI MIPA 1 di dinding kelas XI MIPA 1

Gambar 7 menceritakan Hasil Kesepakatan Kelas XI MIPA 1 



Gambar 8 menceritakan hasil kesepakatan kelas di luar jam pembelajaran yang dibuat oleh siswa kelas XI MIPA 1 dengan saya sebagai guru mata pelajaran kimia.

Refleksi pembentukan kesepakatan kelas di kelas XI MIPA 1 : Sebelum pembentukan kesepakatan kelas, kondisi siswa biasanya suka ribut, pada saat diskusi yang satu ngomong di depan yang lain ikutan ngomong. Nah, setelah terbentuk kesepakatan kelas, siswa menjadi lebih bisa menghargai sesama temannya pada saat diskusi, yaitu pada saat siswa yang presentasi berbicara di depan kelas, yang lainnya menjadi pendengar aktif. 

Kamis, 31 Maret 2022

Tugas Modul 2.3.a.9 Koneksi Antar Materi

 Ni Putu Sri Astitika_CGP Angkatan 4_SMA Negeri 1 Tanjung

KONEKSI ANTARMATERI – COACHING

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan dengan dunia Pendidikan saat ini. Pemikiran-pemikirannya menjadi acuan dan dasar pemerintah dalam memajukan pendidikan di indonesia. 

Menurut beliau bahwa pendidikan adalah proses menuntun tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodrat dan iradat yang dimilikinya agar anak tersebut memperoleh kebahagaian dan keselamatan baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. 

Untuk itu, salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi.

Guru sebagai coach sangat berperan penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. 

Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. 

Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Kini, bukan zamannya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimana murid pun menjadi  cemerlang dan bersinar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.

Beberapa pengertian mengenai coaching menurut para ahli, yaitu:

  1. Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
  2. Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).
  3. “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation-ICF).

Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

  • keterampilan membangun dasar proses coaching
  • keterampilan membangun hubungan baik
  • keterampilan berkomunikasi
  • keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan

koneksi antarmateri coaching

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

  • Hubungan saling mempercayai
  • Menggunakan data yang benar
  • Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
  • Rencana tindak lanjut atau aksi

Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita.

  1. Komunikasi asertif

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan emosi.

 

  1. Pendengar aktif

Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan:

  • Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan.
  • Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
  • Menanggapi perasaan dengan tepat.
  • Parafrase
  • Bertanya
  1. Bertanya efektif

‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

  1. Umpan balik positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.

TIRTA: satu model coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.

TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada modul sebelumnya, yaitu:

  1. Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid (Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek tersebut dapat ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut.

  1. Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain 4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching. 

Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.



Selasa, 15 Maret 2022

Tugas 2.2.a.9 Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

 Halo Bapak Ibu guru....

Apakah Bapak Ibu guru pernah merasakan stres, cemas, marah dan kesal dalam menghadapi perilaku siswa? Atau dalam melaksanakan tugas yang menumpuk? Pasti pernah ya? Nah, bagaimana cara mengatasinya? Melalui pembelajaran sosial emosional kita akan dapat mengatasi permasalahan tersebut, baik yang ada pada diri siswa maupun yang ada pada diri kita sendiri.

Apa itu Pembelajaran Sosial Emosional?

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.

Pembelajaran Sosial Emosional dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa, agar mampu mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.

Pembelajaran Sosial Emosional dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari: 

*Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. 

*Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. 

*Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. 

*Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.

Intinya, melalui kesadaran penuh akan muncul perasaan tenang, stress berkurang, pikiran menjadi jernih, dan fokus serta menjadi semangat belajar.

Ruang lingkup Pembelajaran Sosial Emosional : Rutin (diluar jam pembelajaran), terintegrasi dalam mata pelajaran (diskusi, penugasan, kerja kelompok), protokol (menjadi budaya atau aturan tata tertib sekolah).

Keterkaitan materi dengan modul sebelumnya

Melalui Pembelajaran Sosial Emosional, salah satu peran guru sebagai pendidik adalah menciptakan Well Being Ekosistem Pendidikan di Sekolah sehingga kondisi menjadi nyaman, sehat dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara.

Seorang guru atau pendidik, harus mampu menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk mengembangkan budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dapat dilakukan di sekolah untuk menerapkan latihan berkesadaran penuh (Mindfullness) sambil mengembangkan kompetensi kesadaran diri (Self Awarenes) adalah dengan mengenali emosi. Hal ini dapat membantu Guru dan Murid dapat merespon terhadap kondisinya sendiri.

Dalam pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional dengan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness) menggunakan teknik STOP dapat dijadikan sebagai metode dan pendekatan yang dapat menciptakan Well Being Ekosistem. 

Siswa yang memiliki Well Being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stres dan terlibat aktif dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Untuk itu, jika Pembelajaran Sosial Emosional menjadi budaya positif di sekolah, maka pembelajaran berdiferensiasi akan mudah diterapkan karena anak akan lebih fokus, semangat, dan tanggung jawab terhadap tugas dan bahagia karena pembelajaran yang disajikan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa yaitu minat, kesiapan belajar siswa dan profil belajar siswa, sehingga dapat terciptanya profil pelajar pancasila dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.

Selasa, 22 Februari 2022

TUGAS 2.1.a.9 KONEKSI ANTAR MATERI (PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI)


Pembelajaran diferensiasi menurut Tomlinson (2000) adalah usaha yang dilakukan guru dalam menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu. Jadi, dengan kata lain pembelajaran diferensiasi adalah segala usaha yang masuk akal dalam proses pembelajaran yang dapat mengakomodir semua kebutuhan siswa. Pada proses pembelajaran diferensiasi lebih menekankan pada kebutuhan individu, karena kita ketahui bersama sesuai dengan filosofi KHD bahwa setiap anak itu unik, mereka punya ciri khas masing-masing dan terlahir dengan kodrat alam dan zamannya, dalam hal ini guru hanya bisa menuntun lakunya bukan kodratnya. Oleh karena itu sebagai guru kita harus selalu berusaha untuk memenuhi dan memperhatikan kebutuhan belajar setiap murid yang berbeda tersebut. 

Guru dalam hal ini bukan berarti mengajar dengan berbagai cara yang berbeda dalam waktu yang sama. Namun ketika guru mengajar terlebih dahulu harus melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid terkait dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Selain itu guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang' murid untuk belajar, mendefinisikan tujuan pembelajaran jelas, melaksanakan penilaian berkelanjutan dengan memanfaatkan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, merespon kebutuhan belajar murid (kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar siswa) sehingga dapat mewujudkan manajemen kelas yang efektif. Untuk melakukan semua itu dapat dilakukan melalui strategi diferensiasi diantaranya Diferensiasi Konten merujuk pada strategi dalam membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten yang disampaikan oleh guru. Diferensiasi Proses merujuk pada strategi untuk membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (content) materi. Diferensiasi Produk merujuk pada strategi untuk memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.

Pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal serta kaitannya dengan materi modul sebelumnya yaitu seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa setiap anak merupakan suatu pribadi yang unik, yang mempunyai karakter khas yang membedakannya dengan anak lainnya. Sesungguhnya dari sejak dilahirkan setiap anak mempunyai perilaku, watak, karakter, bakat, minat, tingkat emosional, kecerdasan yang berbeda, maka setiap anak atau murid harus memperoleh penghargaan maupun perlakuan yang berbeda sebagai seorang individu. 

Untuk dapat mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki murid dan mencapai hasil belajar yang optimal disinilah peran guru dalam memodifikasi pembelajaran dengan sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan belajar murid yang berbeda beda tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, apakah dari segi konten, proses maupun produknya yang diawali dengan memetakan kebutuhan murid itu sendiri dalam belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pada intinya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan dan prestasi belajar yang optimal, hal utama yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan memetakan kebutuhan belajar siswanya karena dengan semua itu guru dapat merancang, menerapkan/ melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan siswa itu sendiri. Dengan terpenuhinya kebutuhan belajar siswa yang berbeda- beda tersebut, maka prestasi belajar optimal dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.