Halo Bapak Ibu guru....
Apakah Bapak Ibu guru pernah merasakan stres, cemas, marah dan kesal dalam menghadapi perilaku siswa? Atau dalam melaksanakan tugas yang menumpuk? Pasti pernah ya? Nah, bagaimana cara mengatasinya? Melalui pembelajaran sosial emosional kita akan dapat mengatasi permasalahan tersebut, baik yang ada pada diri siswa maupun yang ada pada diri kita sendiri.
Apa itu Pembelajaran Sosial Emosional?
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
Pembelajaran Sosial Emosional dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa, agar mampu mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.
Pembelajaran Sosial Emosional dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari:
*Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan.
*Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.
*Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.
*Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.
Intinya, melalui kesadaran penuh akan muncul perasaan tenang, stress berkurang, pikiran menjadi jernih, dan fokus serta menjadi semangat belajar.
Ruang lingkup Pembelajaran Sosial Emosional : Rutin (diluar jam pembelajaran), terintegrasi dalam mata pelajaran (diskusi, penugasan, kerja kelompok), protokol (menjadi budaya atau aturan tata tertib sekolah).
Keterkaitan materi dengan modul sebelumnya
Melalui Pembelajaran Sosial Emosional, salah satu peran guru sebagai pendidik adalah menciptakan Well Being Ekosistem Pendidikan di Sekolah sehingga kondisi menjadi nyaman, sehat dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Seorang guru atau pendidik, harus mampu menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk mengembangkan budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dapat dilakukan di sekolah untuk menerapkan latihan berkesadaran penuh (Mindfullness) sambil mengembangkan kompetensi kesadaran diri (Self Awarenes) adalah dengan mengenali emosi. Hal ini dapat membantu Guru dan Murid dapat merespon terhadap kondisinya sendiri.
Dalam pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional dengan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness) menggunakan teknik STOP dapat dijadikan sebagai metode dan pendekatan yang dapat menciptakan Well Being Ekosistem.
Siswa yang memiliki Well Being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stres dan terlibat aktif dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
Untuk itu, jika Pembelajaran Sosial Emosional menjadi budaya positif di sekolah, maka pembelajaran berdiferensiasi akan mudah diterapkan karena anak akan lebih fokus, semangat, dan tanggung jawab terhadap tugas dan bahagia karena pembelajaran yang disajikan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa yaitu minat, kesiapan belajar siswa dan profil belajar siswa, sehingga dapat terciptanya profil pelajar pancasila dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.