Kamis, 31 Maret 2022

Tugas Modul 2.3.a.9 Koneksi Antar Materi

 Ni Putu Sri Astitika_CGP Angkatan 4_SMA Negeri 1 Tanjung

KONEKSI ANTARMATERI – COACHING

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan dengan dunia Pendidikan saat ini. Pemikiran-pemikirannya menjadi acuan dan dasar pemerintah dalam memajukan pendidikan di indonesia. 

Menurut beliau bahwa pendidikan adalah proses menuntun tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodrat dan iradat yang dimilikinya agar anak tersebut memperoleh kebahagaian dan keselamatan baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. 

Untuk itu, salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi.

Guru sebagai coach sangat berperan penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. 

Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. 

Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Kini, bukan zamannya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimana murid pun menjadi  cemerlang dan bersinar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.

Beberapa pengertian mengenai coaching menurut para ahli, yaitu:

  1. Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
  2. Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).
  3. “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation-ICF).

Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

  • keterampilan membangun dasar proses coaching
  • keterampilan membangun hubungan baik
  • keterampilan berkomunikasi
  • keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan

koneksi antarmateri coaching

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

  • Hubungan saling mempercayai
  • Menggunakan data yang benar
  • Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
  • Rencana tindak lanjut atau aksi

Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita.

  1. Komunikasi asertif

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan emosi.

 

  1. Pendengar aktif

Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan:

  • Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan.
  • Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
  • Menanggapi perasaan dengan tepat.
  • Parafrase
  • Bertanya
  1. Bertanya efektif

‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

  1. Umpan balik positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.

TIRTA: satu model coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.

TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada modul sebelumnya, yaitu:

  1. Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid (Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek tersebut dapat ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut.

  1. Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain 4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching. 

Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.



Selasa, 15 Maret 2022

Tugas 2.2.a.9 Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

 Halo Bapak Ibu guru....

Apakah Bapak Ibu guru pernah merasakan stres, cemas, marah dan kesal dalam menghadapi perilaku siswa? Atau dalam melaksanakan tugas yang menumpuk? Pasti pernah ya? Nah, bagaimana cara mengatasinya? Melalui pembelajaran sosial emosional kita akan dapat mengatasi permasalahan tersebut, baik yang ada pada diri siswa maupun yang ada pada diri kita sendiri.

Apa itu Pembelajaran Sosial Emosional?

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.

Pembelajaran Sosial Emosional dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa, agar mampu mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.

Pembelajaran Sosial Emosional dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari: 

*Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. 

*Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. 

*Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. 

*Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.

Intinya, melalui kesadaran penuh akan muncul perasaan tenang, stress berkurang, pikiran menjadi jernih, dan fokus serta menjadi semangat belajar.

Ruang lingkup Pembelajaran Sosial Emosional : Rutin (diluar jam pembelajaran), terintegrasi dalam mata pelajaran (diskusi, penugasan, kerja kelompok), protokol (menjadi budaya atau aturan tata tertib sekolah).

Keterkaitan materi dengan modul sebelumnya

Melalui Pembelajaran Sosial Emosional, salah satu peran guru sebagai pendidik adalah menciptakan Well Being Ekosistem Pendidikan di Sekolah sehingga kondisi menjadi nyaman, sehat dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara.

Seorang guru atau pendidik, harus mampu menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk mengembangkan budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dapat dilakukan di sekolah untuk menerapkan latihan berkesadaran penuh (Mindfullness) sambil mengembangkan kompetensi kesadaran diri (Self Awarenes) adalah dengan mengenali emosi. Hal ini dapat membantu Guru dan Murid dapat merespon terhadap kondisinya sendiri.

Dalam pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional dengan pendekatan kesadaran penuh (Mindfullness) menggunakan teknik STOP dapat dijadikan sebagai metode dan pendekatan yang dapat menciptakan Well Being Ekosistem. 

Siswa yang memiliki Well Being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stres dan terlibat aktif dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Untuk itu, jika Pembelajaran Sosial Emosional menjadi budaya positif di sekolah, maka pembelajaran berdiferensiasi akan mudah diterapkan karena anak akan lebih fokus, semangat, dan tanggung jawab terhadap tugas dan bahagia karena pembelajaran yang disajikan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa yaitu minat, kesiapan belajar siswa dan profil belajar siswa, sehingga dapat terciptanya profil pelajar pancasila dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.